PERANG DAN PERBUDAKAN DI TANAH DAYAK
Buku PERANG DAN PERBUDAKAN DI TANAH DAYAK Latar Belakang Pertemuan Tumbang Anoi 1894 ini menarasikan kondisi Tanah Dayak sebelum dilaksanakannya Pertemuan Damai Tumbang Anoi 1894. Sebelum pertemuan itu Tanah Dayak dipenuhi cerita perang antar klan Dayak (antar penghuni sungai), saling mengayau dan serta melakukan praktek-praktek perbudakan yang rumit. Budak di Tanah Dayak bukan saja dijadikan pekerja, namun bisa dijual sebagai alat tukar dan menjadi korban sembelihan untuk ritual kematian sang pemilik budak. Ketika Perang Banjar meletus tahun 1859, orang Dayak menjadi bagian dari Laskar Hidayatulah-Antasari dan Laskar Kolonial Belanda . Tahun 1861, Pangeran Hidayat serta sejumlah Pangeran dari Keraton Banjar menyerah, para pemimpin perang serta sejumlah kepala suku di kawasan Banjar juga sudah menyerah serta mengucapkan ‘sumpah setia kepada pemerintah Hindia Belanda’. Oleh karena itu, dari buku Rees maupun buku Perelaer bisa disimpulkan bahwa Perang Banjar yang seharusnya berakhir